Kamis, 12 September 2013

Bila Nabi Datang Ke Rumahku

Buku Religious Bila Nabi Datang Ke Rumahku
Bila Nabi Muhammad SAW datang mengunjungiku barang sehari atau dua hari. Ia pasti akan datang pada waktu yang tak terduga. Pagi hari saat saya sibuk mengantar anak ke TK, atau pada saat saya sibuk dengan tanaman hias di depan rumah. Seseorang sudah berdiri di depan pintu. Tak kukenal, ia orang asing, tapi wajahnya mengirimkan suasana tertentu. Aku mengenalnya, tapi entah siapa dan di mana. 
Tapi bagaimana dengan rupanya? Apakah ia akan datang dalam rupa seperti gambaran Maulid Barjanzi?
Warna kulitya putih kemerah-merahan, lebar kedua belah matanya kelihatan seperti bercelak, bulu matanya lebat, kedua alisnya terlihat menghalus panjang, giginya ramping, mulutnya lebar tampak dengan bagusnya, keningnya luas, ia memiliki dahi bagaiman bulan sabit, kedua belah pipinya halus, hidungnya mancung dengan indahnya, pangkalh hidungnya bagus. Antara kedua belah tulang bahunya tampak renggang jauh, tapak tangannya terbuka, sedikit daging tumitnya, lebat jenggotnya, besar kepalanya, serta panjang rambutnya hingga sampai ke daun telinga.”
Atau seperti penceritaan Ummu al-Ma’bad:
“Aku melihat seorang lelaki dengan wajah berseri-seri dan bercahaya, berkulit bersih, badannya tidak kurus juga tidak gemuk, wajahnya elok rupawan, bola matanya hitam, bulu matanya lentik, alis matanya panjang bertautan. Jika dia  diam tampaklah kharismanya. Jika ia sedang berbicara tampak agung dan santun. Ia adalah orang yang tampak paling muda dan rupawan bila dipandang dari kejauhan, juga paling tampan dan memesona di antara rombongannya. Ucapannya menyejukkan kalbu, perkataannya jelas, tidak sedikit;  juga tidak bertele-tele. Beliau adalah orang yang paling menrik dan karismatik di antara ketiga sahabatnya. Jika beliau berbicara, maka para sahabat yang menyertainya dengan khusyuk mendengarkan segala nasihat dan mematuhi segala perintahnya”
Biarlah, saya tak usah menebak-nebak. Saya bayangkan ada seseorang mulia datang ke rumahku. Saya tak mengenalinya, namun ia penuh senyum dan mengenakan pakaian sederhana yang ditambalnya sendiri.
        Seperti biasa saya akan bersifat wajar. Maksudnya saya akan tidak segera menunda pekerjaanku. Saya biasa hanya akan menunda pekerjaan bila ada seseorang yang berpakaian mewah dan atau berpakaian seperti pejabat. Sementara terhadap orang biasa-biasa, apalagi dengan pakaian sederhana, saya akan membiarkannya lama berdiri di balik pagar –menunggu pekerjaanku selesai. Oh ya, sayapun tak mengulumkan senyum pada orang yang tidak dikenal. 
           Bagaimana kalau dia benar-benar Nabi Muhammad Saw? Bukankah ia pernah berkata pada istrinya, Siti Aisyah:
 “Wahai Aisyah, Sesungguhnya orang yang kedudukannya paling buruk di sisi Allah Swt pada hari kiamat kelak ialah orang yang dijauhi orang lain karena keburukan hati dan kejahatannya”. Saat itu rasulullah saw sehabis menerima tamu yang wjah dan penampilannya sangat kasar dan jelek. Tapi, Rasulullah tetap menyambut dengan sapaan lebut, sopan, dan penuh hormat.”
Keburukan hati adalah membiasakan menilai seseorang tidak dengan hati yang bersih. Hati yang tak bersih membuat saya melihat seseorang dengan mata indera dan pikiran pragmatis saja, mataiku tak dibuat menerima seseorang apa adanya.  Selalu ada prasangka negatif dan pragmatis adalah salah satu contoh nyata keburukan hati. Kebiasaan saya memandang nilai seseorang dari pakaian adalah lambang keburukan itu, menilai seseorang dari kemungkinannya memberikan untung rugi material pada saya, juga lambang keburukan hati.
Bagaimana bila ia benar-benar junjungan Nabi Besar Muhammad Saw?
Apakah ia akan tersinggung? Tidak, Rasulullah tak akan tersinggung. Ia bukan tokoh suci yang gila hormat. Konon, ia tak memiliki tempat duduk khusus baik di rumahnya maupun di mesjid. Ia duduk sama dengan yang lainnya, artinya ia tak bakal marah  kalau saja saya tak menghormatinya, apalagi bila saya tak tahu. Maka tak mungkinlah ia akan marah atau menyumpahiku sebagai ummat tak beradab.
Yang pasti ia akan kecewa pada kelakuanku yang seperti tak pernah membaca hadits tentang menghargai tamu. Tentu saja ia akan menggeleng-gelengkan kepala sambil bergumam, “Bukankah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak?”
 (Atas nama surat itu, dengan kemungkinan bahwa bisa saja Rasulullah dengan rupa yang tak terduga akan bertamu ke rumahku, maka aku akan menghormati semua tamu. Apapun rupanya.
Tetapi apa saya bisa?)
Sumber : Buku Bila Rasulullah Bertamu Ke Rumahmu
Penulis : Dr. Bambang Q-Anees, M.Ag.
Penerbit : Media Perubahan
Pemesanan : (022)7273677 – 08562108952 - 089646889963