Bila Nabi Muhammad SAW
datang mengunjungiku barang sehari atau dua hari. Ia pasti akan datang pada
waktu yang tak terduga. Pagi hari saat saya sibuk mengantar anak ke TK, atau
pada saat saya sibuk dengan tanaman hias di depan rumah. Seseorang sudah
berdiri di depan pintu. Tak kukenal, ia orang asing, tapi wajahnya mengirimkan
suasana tertentu. Aku mengenalnya, tapi entah siapa dan di mana.
Tapi
bagaimana dengan rupanya? Apakah ia akan datang dalam rupa seperti gambaran Maulid
Barjanzi?
Warna kulitya putih
kemerah-merahan, lebar kedua belah matanya kelihatan seperti bercelak, bulu
matanya lebat, kedua alisnya terlihat menghalus panjang, giginya ramping,
mulutnya lebar tampak dengan bagusnya, keningnya luas, ia memiliki dahi
bagaiman bulan sabit, kedua belah pipinya halus, hidungnya mancung dengan
indahnya, pangkalh hidungnya bagus. Antara kedua belah tulang bahunya tampak
renggang jauh, tapak tangannya terbuka, sedikit daging tumitnya, lebat
jenggotnya, besar kepalanya, serta panjang rambutnya hingga sampai ke daun
telinga.”
Atau seperti penceritaan Ummu
al-Ma’bad:
“Aku melihat seorang lelaki dengan wajah berseri-seri dan bercahaya,
berkulit bersih, badannya tidak kurus juga tidak gemuk, wajahnya elok rupawan,
bola matanya hitam, bulu matanya lentik, alis matanya panjang bertautan. Jika
dia diam tampaklah kharismanya. Jika ia
sedang berbicara tampak agung dan santun. Ia adalah orang yang tampak paling
muda dan rupawan bila dipandang dari kejauhan, juga paling tampan dan memesona
di antara rombongannya. Ucapannya menyejukkan kalbu, perkataannya jelas, tidak
sedikit; juga tidak bertele-tele. Beliau
adalah orang yang paling menrik dan karismatik di antara ketiga sahabatnya.
Jika beliau berbicara, maka para sahabat yang menyertainya dengan khusyuk
mendengarkan segala nasihat dan mematuhi segala perintahnya”
Biarlah, saya tak usah
menebak-nebak. Saya bayangkan ada seseorang mulia datang ke rumahku. Saya tak
mengenalinya, namun ia penuh senyum dan mengenakan pakaian sederhana yang
ditambalnya sendiri.
Seperti biasa saya akan bersifat
wajar. Maksudnya saya akan tidak segera menunda pekerjaanku. Saya biasa hanya
akan menunda pekerjaan bila ada seseorang yang berpakaian mewah dan atau
berpakaian seperti pejabat. Sementara terhadap orang biasa-biasa, apalagi
dengan pakaian sederhana, saya akan membiarkannya lama berdiri di balik pagar
–menunggu pekerjaanku selesai. Oh ya, sayapun tak mengulumkan senyum pada orang
yang tidak dikenal.
Bagaimana
kalau dia benar-benar Nabi Muhammad Saw? Bukankah ia pernah berkata pada
istrinya, Siti Aisyah:
“Wahai Aisyah, Sesungguhnya orang yang
kedudukannya paling buruk di sisi Allah Swt pada hari kiamat kelak ialah orang
yang dijauhi orang lain karena keburukan hati dan kejahatannya”. Saat itu
rasulullah saw sehabis menerima tamu yang wjah dan penampilannya sangat kasar
dan jelek. Tapi, Rasulullah tetap menyambut dengan sapaan lebut, sopan, dan
penuh hormat.”
Keburukan hati adalah
membiasakan menilai seseorang tidak dengan hati yang bersih. Hati yang tak
bersih membuat saya melihat seseorang dengan mata indera dan pikiran pragmatis
saja, mataiku tak dibuat menerima seseorang apa adanya. Selalu ada prasangka negatif dan pragmatis
adalah salah satu contoh nyata keburukan hati. Kebiasaan saya memandang nilai
seseorang dari pakaian adalah lambang keburukan itu, menilai seseorang dari
kemungkinannya memberikan untung rugi material pada saya, juga lambang
keburukan hati.
Bagaimana bila ia benar-benar
junjungan Nabi Besar Muhammad Saw?
Apakah ia akan tersinggung?
Tidak, Rasulullah tak akan tersinggung. Ia bukan tokoh suci yang gila hormat.
Konon, ia tak memiliki tempat duduk khusus baik di rumahnya maupun di mesjid.
Ia duduk sama dengan yang lainnya, artinya ia tak bakal marah kalau saja saya tak menghormatinya, apalagi
bila saya tak tahu. Maka tak mungkinlah ia akan marah atau menyumpahiku sebagai
ummat tak beradab.
Yang pasti ia akan kecewa pada
kelakuanku yang seperti tak pernah membaca hadits tentang menghargai tamu.
Tentu saja ia akan menggeleng-gelengkan kepala sambil bergumam, “Bukankah aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak?”
(Atas nama surat itu, dengan kemungkinan bahwa bisa saja
Rasulullah dengan rupa yang tak terduga akan bertamu ke rumahku, maka aku akan
menghormati semua tamu. Apapun rupanya.
Tetapi apa saya bisa?)
Penulis : Dr. Bambang Q-Anees, M.Ag.
Penerbit : Media Perubahan
Pemesanan : (022)7273677 – 08562108952 - 089646889963